Bandung (ANTARA) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Bandung Barat menyebutkan wilayah itu menjadi salah satu kantung daerah yang memberangkatkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal di Jawa Barat.
"Memang Bandung Barat menjadi salah satu kantung yang memberangkatkan PMI ilegal di Jawa Barat dengan jumlah yang banyak," kata Kepala Bidang Pelatihan, Produktivitas, Penempatan Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (P3TKT) Disnakertrans Bandung Barat Dewi Andani di Bandung, Sabtu.
Berdasarkan data Disnakertrans Bandung Barat KBB, pada tahun 2024 ada 77 laporan kasus PMI ilegal dan untuk periode Januari-Juni 2025 tercatat 17 laporan kasus yang sama.
Fenomena ini, lanjutnya, menunjukkan animo warga Bandung Barat untuk bekerja di luar negeri cukup tinggi, namun tidak diimbangi dengan pemahaman yang cukup tentang persyaratan maupun aturan, sehingga terbujuk rayuan oknum penyalur jasa tenaga kerja ilegal dan bekerja ke luar negeri melalui jalur tidak resmi.
"Animo untuk bekerja di luar negeri tinggi, tapi mereka belum paham mana yang resmi dan mana jalur calo atau ilegal. Ini layaknya fenomena gunung es, kami tidak memiliki data pasti, namun menurut aduan dari masyarakat, kasus PMI ilegal ini juga meningkat," ujarnya.
Laporan terjadinya peningkatan terungkap semenjak Disnakertrans Bandung Barat melaksanakan road show yang berisi edukasi dan sosialisasi cara yang benar dan legal untuk bekerja di luar negeri pada 16 kecamatan.
"Hal itu juga jadi satu faktor dan poin tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah agar segera diperbaiki. Mereka kan tahunya jalur cepat, karena hari ini mereka juga dituntut oleh biaya hidup yang mendesak. Jadi ketika datang calo, mereka langsung mengambil tawaran yang instan tanpa mempertimbangkan risikonya kelak," kata Dewi Andani.
Sejauh ini pihaknya baru bisa memberikan imbauan agar menggunakan jalur resmi yang dipastikan aman, mengingat belum adanya solusi nyata yang bisa dilakukan untuk memberikan jaminan pasti terhadap kebutuhan mereka, seperti pasti berangkat.
"Tapi kalau melalui jalur pemerintah telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang mengatur persyaratan untuk menjadi PMI dan penempatan mereka di luar negeri. UU ini juga memberikan kejelasan tentang hak-hak PMI dan kewajiban negara dalam melindungi mereka," katanya.
Melalui jalur legal, kata dia, pemerintah sudah menyiapkan perlindungan penuh bagi calon PMI, mulai dari sebelum keberangkatan, saat berada di negara penempatan hingga kepulangannya.
"Hal itu sudah dijamin dalam UU Nomor 18 Tahun 2017. Mulai dari keberangkatan administrasinya harus benar, harus ada perjanjian kerja, visa-nya juga harus visa bekerja, perlindungannya harus diasuransikan BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, termasuk penempatan dimana mereka bekerja juga harus jelas sehingga tracking-nya bisa kita lakukan. Bahkan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan juga sudah menjadi tanggung jawab perusahaan yang memberangkatkan," ucapnya.
Kemudian apabila perusahaan yang memberangkatkan melanggar dan tidak bertanggung jawab akan mendapat sanksi berat dari pemerintah.
Sedangkan jika melalui jasa calo, kata dia, memang hanya dalam kurun waktu dua minggu langsung bisa berangkat. Namun dengan visa kunjungan yang masa waktunya selama tiga bulan, bukan visa kerja, sehingga tidak ada perjanjian kerja.
"Kalau yang berangkat secara ilegal enggak tahu pakai visa apa, karena asal berangkat ke luar negeri. Padahal rata-rata-rata visa kunjungan itu kedaluwarsanya hanya tiga bulan saja. Dan mereka over stay dan dikejar-kejar. Kalau misalnya ada razia mereka langsung kena sanksi hukum dan dikirim ke penampungan. Kalau tidak dideportasi, mereka harus dipulangkan dengan biaya sendiri dan denda yang harus dibayar ke pemerintah penempatan karena over stay itu," ucap Dewi Andani.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Disnakertrans paparkan Bandung Barat jadi kantung PMI ilegal di Jabar